Aremania, begitulah seputar keberadaan salah satu suporter yang kita kenal melalui media massa tanah air kita. Bukan karena tindakan negatif yang mengiringi keberadaan Suporter Ongis Nade Sang Suporter Arema Malang. Tapi dikarenakan visi dan misi pemikirannya yang mendalangi sebagian besar Perkumpulan Suporter Indonesia dan menyebut Aremania sebagai Soko Guru Suporter Indonesia.
Namanya memang soko guru, dan hal itu bukanlah sebagai isapan jempol begitu saja. Pasoepati, Slemania, Jetman, NJ Mania, Ultrasmania, dan perkumpulan suporter lainnya. Visi dan misi sebagai pencetus dan penyebar irus Perdamaian di kalangan suporter Indonesia. Dan puncaknya adalah ketika pada tahun 2000 seusai perhelatan Liga Indonesia VI, Aremania mendapat anugerah penghargaan suporter terbaik oleh Ketua PSSI saat itu Agum Gumelar.
Salah point yang menjadi nilai unggul dari Aremania adalah keberadaan dan corak khas tersendiri menyajikan atraksi di dalam stadion, kiprah yang membahana sampai bergema hingga penjuru nusantara. Tak heran apabila sampai saat tersebut makin banyak organisasi suporter yang berharap kepada Aremania untuk dijadikan guru dan mengajarkan bagaimana caranya mengelola ribuan individu yang berbeda emosi hingga bisa hadir dalam satu tribun, saling bernyanyi dan menari secara kompak dan atraktif (meski tidak semua supporter setuju dengan hal ini, akan tetapi pada kenyataannya mereka adalah salah satu yang suka copy paste terhadap apa yang Aremania lakukan).
Aremania, dan memang seperti itulah ciri khasnya. Datang ke stadion dengan atribut serba biru. Bahkan tak jarang agar bisa masuk ke stadion dan mendapatkan tempat duduk dengan lebih leluasa, Aremania harus rela datang pukul 10.00 pagi, atau sekitar 5 setengah jam sebelum kickoff. Itupun sebelumnya harus antri masuk sejauh ratusan meter dan Pintu masuk baru bisa dibuka pkl 12.30 wib. Pukul 13.00 stadion sudah mulai penuh diisi puluhan ribu Aremania, dan pada pukul 14.00 itulah stadion mulai semarak dengan berbagai atraksi, nyanyian, yel-yel tiupan terompet dan tetabuhan drum dari tribun utara yang dikomando oleh Yuli Sumpil maupun tribun selatan yang dikomando oleh Iwan Kepet.
Barangkali suatu kefanatikan adalah sebuah agama kedua bagi Aremania. sepakbola adalah sebuah agama bagi masyarakat gibol luar negeri. Aremania telah mendeskripsikan hal ini dengan sejelas-jelasnya. Bahwasanya sebagian besar ide dan pikiran ditunjukkan kepada Arema. Sebab dengan melihat Arema hasrat bisa tersalurkan. Bukan hasrat biologis tentunya, tapi keinginan untuk melepaskan diri dari problema kehidupanlah yang menyebabkan Aremania merelakan diri untuk berkorban demi sebuah nama Arema.
Kini sudah lebih dari 1 dasawarsa keberadaan Aremania, sebuah umur yang cukup muda untuk keberadaan sebuah organisasi yang beranggotakan puluhan ribu orang dari berbagai karakter dan kondisi. Sulit untuk mengatakan jika perjalanan Aremania tidak luput dari suatu rintangan. Halangan yang tentunya tidak akan bisa dilupakan oleh sebagian besar Aremania tatkala harus menyaksikan perjalanan Arema yang sempat terseok-seok di pentas Liga Indonesia dan akhirnya mencapai kemantapan suatu posisi sebagai Capolista Liga Djarum Indonesia.
Hakekat Aremania adalah diciptakan sebagai Pendukung Arema. Tentu kita tidak akan lupa bagaimana karakter yang berbeda-beda dari warga Malang ini. Bukan saja ditinjau dari suku, agama, ras, dan budaya mana mereka berasal, tapi juga dilihat dari aspek karakter/emosional dan psikis dari masing-masing individu.
Sebelumnya tentu kita tahu, karakter orang Malang adalah cenderung keras(sama seperti gaya khas sepakbola Malang), ceplas-ceplos, terbuka dan sangat menjunjung tinggi militansi dan rasa setia kawan. Tapi ada peran khas dari dua orang(Yuli Sumpil dan Iwan Kepet) dan mereka bisa menyatukan ribuan orang yang berbeda karakter untuk bisa bersama-sama mendukung Arema.